Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, mengatakan bahwa Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat ini masih memadai. Sehingga, tidak perlu meniru KPK yang ada di Perancis.
"Kalaulah nanti undang-undang yang menggantinya itu lebih efektif dari yang ada sekarang mungkin kita bersyukur. Tapi kita kan belum tahu," kata Amir usai rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR, di Gedung DPR, Senin 12 Maret 2012.
Amir menilai revisi itu dilakukan jika Indonesia sudah makmur seperti halnya Perancis. "Tunggu pada satu saat negara kita semakmur Perancis mungkin boleh dipertimbangkan. Tapi ini kan baru cetusan satu dua orang," kata dia.
"Saya tidak mau menilai Komisi III tentang rencana revisi ini, itu kan pendapat mereka jadi biarlah bergulir sesuai dengan jalur dan kewenangannya," lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR, Benny Kabur Harman, menyatakan, kewenangan KPK perlu dipangkas karena komisi itu dinilai gagal mencegah tindak pidana korupsi.
"KPK memang sukses menyeret banyak koruptor ke dalam penjara. Tapi bersamaan dengan itu korupsi merajalela. Koruptor seperti dibui satu, tumbuh seribu. Jadi KPK sukses menindak, tapi gagal mencegah korupsi," kata Benny.
Ia menilai tugas pencegahan sekaligus penindakan yang selama ini diberikan kepada KPK pada prakteknya justru menyandera dan membebani KPK. Oleh karena itu, ujar Benny, dalam RUU KPK yang baru Komisi III akan memperkuat kewenangan kejaksaan dan kepolisian untuk menindak, sementara KPK diminta fokus mencegah korupsi. Hal ini seperti yang terjadi di Perancis.
Namun, menurut Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, Komisi III tidak perlu repot-repot merevisi UU KPK karena saat ini sudah cukup memadai. "Kami tidak menemukan urgensi sedikit pun untuk dilakukannya revisi," kata Busyro.
• VIVAnews